ENGAGEMENT

Written by Soci Smart Psychologi Institute on Selasa, 19 Oktober 2010 at 12.26

PARTISI PEKERJAAN
Tanya :
Saya seorang karyawan berusia 36 tahun yang bekerja di PT. Z. Dalam keseharian, saya bekerja sebagai tenaga administrasi. Tugas yang saya laksanakan merupakan tugas yang tidak semua orang bisa melaksanakannya, banyak tugas hitung-hitungan dan berpikir, tetapi bagi saya tugas itu tidaklah sulit karena saya menyukainya. Seringkali saya membuat perbaikan-perbaikan dalam sistim kerja yang pada akhirnya berimbas mempermudah pekerjaan orang lain. Disamping itu, pekerjaan yang benar-benar saya lakoni sehingga tidak pernah terbengkalai, menciptakan prestasi di bagian kami. Belakangan ini saya merasa hampa dan malas. Saya perhatikan berkali-kali jika atasan bertanya mengenai hasil kerja, mandor menjawab seolah dalam pekerjaan itu dialah yang paling berperan, padahal dia tinggal teken. Trus di saat penilaian karya, penilaian saya sama saja dengan yang lain. Saya jadi berpikir, apa lebihnya saya, kalau toh bekerja bagus dengan yang nggak bagus sama aja di mata atasan.
Wono



Jawab :
Wono yang saya hormati, ternyata kita ini memang manusia yang sangat manusiawi untuk butuh dihargai dan butuh diakui, khususnya pada saat kita mampu mengukir prestasi..
Melalui berbagai hasil penelitian ditemukan bahwa kebutuhan karyawan akan penghargaan dan pengakuan atas kinerja dan prestasi akan melahirkan engagement (dalam bahasa Indonesia : pertunangan) terhadap perusahaan. Saat perusahaan telah berhasil bertunangan dengan karyawan, maka selayaknya pasangan pertunangan, tentu karyawan memiliki keterikatan emosional, kesukarelaan mencurahkan kemampuan berpikir, mau dan mampu berbuat apapun demi tunangannya ’sang perusahaan’. Inilah sebabnya perusahaan yang memiliki kinerja tinggi senantiasa melakukan pemeliharaan ’engagement’ karyawannya agar mereka mau secara total dan konsisten memberikan kinerja terbaiknya bagi perusahaan. Upaya pemeliharaan ini dilakukan melalui pemenuhan faktor-faktor yang mempengaruhi engagement karyawan yang salah satunya adalah penghargaan dan pengakuan atas prestasi dan kinerja.
Berdasarkan uraian permasalahan Wono diatas, saya menyimpulkan bahwa pada awalnya Wono memiliki rasa terikat (engagement) itu. Namun, belakangan rasa itu mulai memudar karena tidak terpelihara. Dalam hal ini, saya melihat tidak terpeliharanya rasa terikat (engagement) itu disebabkan atasan tidak memahami bagaimana cara memelihara engagement bawahannya, yang salah satunya adalah penghargaan dan pengakuan atas prestasi dan kinerja bawahannya, meski hanya dalam bentuk pujian lisan.
Keegoisan mandor Wono untuk sendirian dipandang berprestasi dalam kerja dengan mengabaikan peran bawahan memang sangat disayangkan. Tidak selayaknya, posisinya saat ini termanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain, apalagi bawahan yang telah berjerih payah bekerja dengan setia. Hal ini mampu merusak ikatan yang sudah kuat antara karyawan dengan perusahaan.
Terlepas dari salah atau tidaknya tindakan tersebut, inilah kenyataan hidup yang saat ini harus dihadapi, dirasakan dan dijalani. Memang kadangkala kenyataan hidup bisa sangat bersahabat dan berpihak kepada kita, namun kadangkala malah sebaliknya. Kenyataan hidup yang tidak bersahabat sekalipun dapat dijadikan sumber pembelajaran hidup yang sangat berharga yang akan membantu untuk mematangkan tingkat emosional dan mengantarkan Wono ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu bijaksana dan keselarasan dalam hidup. Hal ini dapat terjadi jika Wono mau dan mampu menghadapi serta menjalani cobaan kiriman Tuhan dengan ”open mind” (keterbukaan pikiran). Wono mungkin tidak akan pernah tahu rahasia Tuhan kenapa si ”A” tersiksa dengan perceraian, atau si ”B” yang kehilangan anak satu-satunya kesayangannya, atau si ”C” yang bolak-balik melamar kerja tetapi tidak diterima sementara anaknya akan lahir, sama juga dengan Wono yang tidak tahu pasti kenapa harus menghadapi cobaan ini. Namun ketidaktahuan ini jangan sampai mengantarkan Wono untuk menyalahkan diri atau orang lain.
Wono yang (katanya) sedang dilanda perasaan hampa..Dalam hidup ini, dimanapun, siapapun, akan menghadapi cobaan demi cobaan dalam hidup. Ada yang ringan dan ada yang berat. Tapi yakinlah bahwa semua cobaan tidak akan diberikan Yang Maha Kuasa jika kita tidak mampu menanggungnya.
Langkah pertama yang perlu Wono lakukan dalam menghadapi cobaan hidup apapun dan seberat apapun adalah : terima cobaan itu sebagai suatu babak hidup yang harus dijalani, jangan menolak dengan merasa bahwa diri Wono adalah korban, seperti korban keegoisan mandor dan sebagainya. Penolakan tidak akan membantu penyelesaian masalah. Menerima cobaan dengan merasakan sakitnya, meski tidak disukai, meski tidak diinginkan, akan menghindari hilangnya energi kita dengan sia-sia. Selanjutnya hal ini akan mengantarkan pada kemampuan berpikir jernih yang akan membantu penyelesaian masalah secara logis. Jika Wono menyimpan dan memelihara kemarahan atau dendam yang dirasakan, maka energi hidup akan terserobot ke permasalahan tersebut, padahal Wono bisa memanfaatkan energi itu untuk perkara-perkara yang lebih besar dan lebih bermanfaat. Jadi, cobalah terima permasalahan yang dihadapi, rasakan sakit dan sedihnya jika memang menyakitkan atau menyedihkan, menangislah sepuasnya jika memang ingin menangis, marahlah jika ingin marah, tapi dengan cara yang wajar dan tidak merusak diri atau lingkunagn. Keluarkan emosi yang mendesak dalam dada, jangan biarkan dia menginap dalam dada.
Setelah yakin bahwa Wono dapat menerima cobaan ini sebagai bagian babak kehidupan yang harus dijalani, maka langkah berikutnya adalah mengingatkan diri bahwa Wono mempunyai banyak pilihan yang dapat dilakukan dengan berbagai konsekwensinya. Memaafkan kah, memunculkan perilaku tidak menyenangkan kah, pasrah dengan keadaan tersebut atau berupaya untuk merubah sang mandor. Apapun pilihan itu, jangan sampai bertentangan dengan cita-cita dan nilai-nilai kebahagiaan Wono. Contoh, jika Wono memilih untuk berperilaku malas-malasan sementara pada dasarnya Wono adalah orang yang produktif dan senang berprestasi tentu hal ini akan bertentangan dengan suara hati dan bathin Wono. Pilihan ini tidak selaras dengan diri, akibatnya pilihan tersebut akan dijalani dengan rasa tersiksa. Keselarasan antara tindakan dengan tuntutan hati nurani akan membawa pada perasaan integritas yang sangat penting dalam keseimbangan menjalani kehidupan ini. Lagipula, konsekwensi perilaku malas-malasan tentunya akan berpengaruh negatif pada pandangan orang lain terhadap Wono, tidak hanya sang mandor, tapi juga rekan kerja atau yang lebih atasan lagi. Mending jika mereka mau bertanya untuk menggali kenapa Wono bertindak demikian, jika tidak, perilaku itu malah akan mengacaukan segalanya.
Wono mungkin pernah mendengar prinsip aksi vs reaksi. Jika Wono berbuat baik maka kebaikan akan datang kepada Wono. Sebaliknya jika Wono mengembangkan sikap negatif, maka hal-hal negatif pula yang akan Wono terima. Jadi, tetaplah berbuat yang positif dalam hidup agar ke depan yang dipanen adalah kebaikan. Minimalnya, ada pengakuan dari Yang Maha Kuasa untuk kebaikan yang kita ciptakan. Bukankah pengakuan dari Tuhan lebih tinggi nilainya ?
Selanjutnya jika mungkin, bangkitkan rasa welas asih. Melihat mandor bertindak seperti yang Wono uraikan tergambar bahwa sebenarnya sang mandor berada dalam keadaan miskin emosional dan hati sehingga perlu dikasihani. Dengan demikian dapat muncul motivasi Wono untuk memberi pencerahan kepada sang mandor agar terbangun kesadarannya. Pencerahan ini mungkin dapat dilakukan melalui upaya sering berkomunikasi dan mengenalinya lebih dalam. Melalui komunikasi yang terjalin dengan baik mudah-mudahan akan membuka cakrawala berpikirnya bahwa untuk maju tidak bisa sendirian. Atau sering soan ke rumahnya agar lebih dekat secara personal.
Akhirnya, saya kira perlu bagi Wono untuk menghadirkan rasa kesyukuran dengan membuat daftar benefit (manfaat) yang diperoleh dengan bekerja di situ dengan teman dan situasi kerja yang ada serta anugerah keluarga yang harmonis mungkin. Dengan kesyukuran akan lahir keikhlasan, termasuk keputusan untuk mengalah, memaafkan dan bersabar. Yakinlah bahwa rezeki kita tidak akan lari ke orang lain sehingga tidak perlu menyalahkan siapa-siapa atas keadaan yang ada. Jika Wono sudah sampai di taraf ini, artinya Wono sudah sampai pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat mandor tersebut. Tingkat spiritualitas yang tidak ternilai.
Jika kondisi ini sudah tercapai, mudah-mudahan permasalahan yang Wono rasakan tidak akan menjadi beban berat lagi.
Tapi Wono perlu ingat bahwa meski Wono telah berhasil menguasai cobaan hidup tersebut, jangan anggap bahwa permasalahan hidup akan selesai. Sekolah informal kehidupan akan menyajikan berbagai pelajaran lainnya untuk Wono, dan Wono harus bersiap menjalaninya untuk memetik pelajaran kehidupan berikutnya. So, jangan menghadapi cobaan hidup terlalu serius ya Won, santai aja lagi, ok?. Hidup adalah sebuah permainan dan jangan mau kalah di dalamnya dengan larut dalam kekecewaan, kemarahan atau kesedihan berkepanjangan yang akan merugikan diri Wono sendiri. Hidup akan jauh lebih mudah bila Wono tidak menolak atau berusaha kuat untuk mengendalikannya, tetapi justru menunggangi alunan ombak hidup ini menuju pemenuhan takdir. Tapi bukan berarti membuang semangat untuk berikhtiar (berjuang). Hidup tidak mensyaratkan kita untuk harus menjadi yang terbaik, yang terhebat, yang tepat pas dengan keinginan & ambisi. Namun kita berkewajiban untuk berupaya sebaik mungkin. Perkara hasil yang buruk, jangan tanya, karena itu adalah rahasia Tuhan yang harus kita terima dan hormati sebagai bagian dari takdir, tidak perlu dipahami kenapa dan kenapa. .
Baiklah Wono, ini yang dapat saya sampaikan, semoga cukup membantu untuk membangun kembali semangat yang mulai menipis, dan untuk melempar jauh-jauh kemalasan yang hanya akan merusak masa depan. Bravo.

0 Responses to "ENGAGEMENT"

Here We Are