KOMUNIKASI

Written by Soci Smart Psychologi Institute on Selasa, 19 Oktober 2010 at 12.13

KOMUNIKASI
Pertanyaan :
Saya karyawati yang memiliki 2 anak yang masih kecil-kecil. Yang pertama anak laki-laki berusia 6 tahun dan saat ini sekolah SD kelas I, dan satu lagi anak perempuan yang berumur 3 tahun. Yang ingin saya tanyakan kenapa kalau saya sudah pulang kerja, anak saya suka nangis karena hal-hal sepele. Belakangan anak saya yang pertama juga sensitif sekali dan kayak mau musuhan aja sama saya. Karena capek kadang saya suka marah dengan situasi begini. Akhirnya sekarang anak-anak malah menjauh dari saya, dan lebih dekat dengan ayahnya. Gimana ya Bu caranya supaya hubungan saya dan anak-anak jangan begitu, nggak enak sekali soalnya. Dan bagaimana caranya supaya anak-anak jangan nangis-nangis karena hal-hal sepele. Terima kasih.
Lela



Jawab :
Bu Lela yang baik ... anak-anak itu sungguh unik yaa.. Meski kadang membuat jengkel karena ketidakfahaman mereka untuk berkomunikasi sempurna sebagaimana orang dewasa.
Bu Lela.. Andai informasi yang Ibu sampaikan mengenai permasalahan Ibu lengkap, tentu akan sangat membantu untuk mencari solusi yang tepat untuk permasalahan ini. Namun demikian, saya akan coba simpulkan bahwa masalah yang Ibu hadapi adalah kurang harmonisnya hubungan antara Ibu dan anak karena hambatan dalam komunikasi.
Bu Lela .. saya bisa merasakan bagaimana lelahnya menjalani peran ganda sebagai wanita karir. Kompleksnya masalah pekerjaan dan rumah tangga ditambah kelelahan dapat menjadikan kita kurang peka dengan perasaan anak-anak, kurang sensitif dengan segala kepolosan, keluguan dan kelucuan mereka. Dan akhirnya kita lupa bahwa anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Padahal anak-anak tetaplah anak-anak yang jangkauan pemikirannya tentu tidak sama dengan orang dewasa, dan perasaannya juga tentu tidak sekompleks orang dewasa. Karena mereka masih minim pengalaman. Kurang arif rasanya jika kita memaksakan anak-anak untuk bisa memandang sesuatu dengan cara pandang kita. Sepele menurut kita, mungkin sudah bisa membuat stress bagi anak-anak. Dalam kondisi inilah peran Ibu dibutuhkan, untuk membantu mereka tetap merasa aman dan tidak merasa kehilangan kasih sayang yang dibutuhkannya dari orang tua. Tidak harus ada solusi bagi anak-anak Bu.. Anak-anak merasa bahwa Ibu memahami perasaan dan gejolak hati mereka, itu sudah cukup menjadi dukungan dan membuat mereka kembali tersenyum. Ketika anak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi perasaannya dan mengapa hal itu terjadi, dia akan merasa lebih tenang.
Ibu.. jika anak-anak menunjukkan perilaku negatif yang tidak biasanya, pasti ada pemicunya yang harus terlebih dahulu Ibu identifikasi. Identifikasi bisa Ibu mulai dari perbandingan kondisi sebelum dengan sesudah perilaku negatif muncul. Kondisi perlakuan dan perhatian Ibu yang mungkin berbeda, masa adaptasi dengan lingkungan sekolah dan teman baru, apapun hal yang mungkin. Cobalah untuk membicarakannya dengan anak-anak dan coba untuk memahami alasannya dengan jalan pemikiran dan perasaan mereka dari kacamata anak-anak. Selanjutnya pastikan dengan pertanyaan : kamu pasti sangat sedih yaa..? atau kamu merasa cemburu yaa.. atau khawatir .. takut, dan sebagainya sesuai emosi yang Ibu tangkap. Akhirnya coba tanyakan apa yang mereka ingin lakukan atau Ibu lakukan untuk mereka.
Ibu Lela .. Kesalahpahaman yang terjadi antara orangtua dan anak-anak biasanya selalu berkembang dalam rangkaian yang dapat ditebak. Si anak berbuat atau mengatakan sesuatu yang salah, dan orangtuanya akan bereaksi dengan melakukan sesuatu yang menyinggung perasaannya. Kemudian si anak menjawab dengan melakukan sesuatu yang lebih buruk lagi. Orangtuanya akan membalas lagi dengan teriakan, ancaman atau pukulan.
Berikut ini saya coba tawarkan beberapa hal yang mungkin dapat Ibu cermati dalam merespons perilaku anak-anak agar kesalahpahaman tidak berbuah sesuatu yang menyakitkan bagi anak :
1. Ketika anak-anak menunjukkan emosi yang kuat, mereka tidak bisa mendengarkan saran atau nasehat siapapun, apalagi kritik. Mereka hanya ingin agar kita memahami gejolak di hati mereka. Mereka ingin dimengerti.
2. Jangan sekali-kali membalas kemarahan anak-anak dengan hardikan atau tuduhan yang tidak mengenakkan. Hal ini akan membuat mereka tambah marah dan menjauh.
3. Perasaan negatif anak-anak yang kuat tidak akan segera hilang dengan memberitahu “tidak baik punya perasaan seperti itu” atau ”kamu tidak punya alasan kuat untuk mempunyai perasaan seperti itu.” Perasaan negatif yang kuat tidak akan segera lenyap. Tetapi intensitas perasaan itu akan berkurang dan kekuatannya akan hilang apabila Ibu sebagai pendengarnya dapat menerimanya dengan rasa simpati dan penuh pengertian tanpa mempersalahkan atau menghakimi.
4. Kritik orang tua tidak banyak manfaatnya, karena hal itu dapat membangkitkan amarah dan menimbulkan kekecewaan. Bahkan yang lebih buruk lagi, anak-anak yang sering dikritik akan belajar menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Mereka akan belajar meragukan kemampuan mereka dan mencurigai orang lain.
5. Men-sifatkan dengan sifat yang buruk dapat melukai anak-anak kita. Bila seorang anak disebut sebagai anak yang bodoh, jelek, jahat atau pemalu, maka rasa amarah, kekecewaan dan kebencian akan berkembang di dalam hati mereka. Disamping itu lambat laun anak akan meyakini dan mulai berpikir bahwa dia memang bersifat seperti itu dan akhirnya akan cenderung bertindak ke arah tersebut.
6. Jika anak mengeluh tentang temannya, gurunya atau kehidupan pribadinya, lebih baik Ibu memahami perasaan yang tersembunyi di balik ucapannya daripada berusaha memastikan urutan kejadiannya. Temukan yang tersirat : apakah sebenarnya anak menginginkan jawaban bahwa Ibu tetap menyayanginya meski terjadi apa yang diucapkannya (misal nilai rapor yang jelek) atau dia takut kejadian itu akan menimpa dirinya dan apa yang harus dilakukannya jika hal itu terjadi padanya, atau cukup memahami perasaan yang dialaminya.
7. Kadangkala anak-anak menyayangi kita dan pada saat yang sama membenci kita. Mereka mempunyai perasaan mendua. Kita perlu menerima keberadaan perasaan yang mendua di dalam diri kita dan di dalam diri anak-anak kita untuk menghindari konflik yang tidak perlu, bahwa hal ini normal dan wajar. Seiring berjalannya waktu, satu perasaan kadangkala akan mendominasi dan menjadi lebih kuat, dan hal ini tidak perlu dikhawatirkan atau memunculkan rasa bersalah.

Dalam uraian di atas, saya selalu mengulang-ulang pernyataan agar Ibu mencoba memahami dan mengerti apa yang dirasakan anak. Cobalah untuk terbiasa mencurahkan perasaan masing-masing jika hal ini belum biasa dilaksanakan.Sulit memang dan butuh kesabaran yang luar biasa serta proses belajar yang tidak mudah. Namun itulah bagian dari perjuangan seorang Bunda jika ingin yang terbaik buat hubungan harmonis Ibu dan anak.
Bunda Lela.. Peran ganda tak cukup menjadi alasan untuk mengabaikan Ananda. Jika tidak memungkinkan berinteraksi dengan Ananda sesering mungkin, cobalah untuk menciptakan kualitas interaksi yang menyenangkan. Saya sarankan agar Ibu dapat memanfaatkan hari libur untuk bersama dengan anak-anak. Memasakkan makanan favorit mereka, membawa ke tempat yang mereka senangi, ikut terlibat dalam permainan mereka, dan cara lainnya yang lebih mendekatkan hubungan Ibu dan anak. Saya percaya Ibu lebih tahu dan faham maunya Ananda tercinta.
Semoga Ibu berhasil menjaga dan mendidik anugerah terindah yang diamanahkan Sang Khalik dalam balutan kasih sayang satu sama lain.

0 Responses to "KOMUNIKASI"

Here We Are